SELAMAT DATANG DI NIRATA

Sunday, April 27, 2014

"SERSAN LABA" PEJUANG YANG TERLUPAKAN


                    Narrated by :   H. Ahmad Haidar  ( pemerhati sejarah pejuang  OKU )
                                                                                                          
                

-          Sewaktu saya masih kanak-kanak disekitaran tahun 1957-1960, saya sering mendengar kisah-kisah tentang beberapa Pejuang Kemerdekaan di kota Baturaja,  ada kisah Ustadz Akmal yang dikubur hidup-hidup oleh tentara Jepang, ada kisah Kiyai Bambu Seribu “Kiyai Hanafiah” yang dikarungi tentara Belanda dan dilemparkan ke dalam Lubuk Rambai Sungai Ogan, dan juga saya pernah mendengar kisah heroik Pak Laba, disersi Tentara KNIL Belanda asal Timor yang menyeberang menjadi TNI.
-    Setelah Jepang bertekuk lutut, tentara sekutu terutama Inggris diboncengi serdadu Belanda mulai masuk ke Indonesia dengan misi melucuti dan memulangkan tentara Jepang, namun dibalik misi itu ada misi jahat lain, yakni ingin merampas Kemerdekaan Indonesia, dan menyerahkan Hindia Belanda (Indonesia) kembali ketangan Belanda. Walaupun pada waktu itu Negara kita masih dalam keadaan sarba kekurangan, baik Sandang maupun Pangan apalagi Persenjataan, namun dengan semangat yang menggelora, tentara bersama rakyat bersatu bahu membahu menjaga dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang sudah lama  dicita-citakan.
-          Di Kabupaten OKU (OKU, OKUT, OKUS) tokoh-tokoh masyarakat dan pemuda bergerak cepat membentuk badan-badan keamanan dan pertahanan, mereka tergabung kedalam BKR, TKR, TP dan TNI. Mereka hanya besenjatakan senapan hasil rampasan dari tentara Jepang yang jumlahnya masih sedikit sekali. Ada juga sebagian dari mereka tergabung kedalam lasykar-lasykar rakyat yang hanya bersenjatakan kecepek, tombak, bambu runcing dan golok. Kelompok ini terkenal dengan sebutan “ Tentara Golok”. Untuk menguasai Indonesia kembali, tentara Belanda melakukan agresi I dan ke II. Dalam menghadapi agresi Belanda banyak sekali terjadi pertempuran-pertempuran di daerah OKU, baik secara terbuka maupun gerilya. a.l. pertempuran di kota Baturaja, pertempuran di Peninjauan, Batu Putih, Batu Kuning, Kemarung, Kungkilan, Talang Ladok, Tihang, Martapura, Bantan, Kotaway, Simpang Sender, Pengandonan dan lain-lain. Kontak-kontak senjata ini banyak sekali memakan korban jiwa di kedua belah pihak, terutama pertempuran di Kemarung dan di pinggir sungai Ogan Ds. Batu Kuning, saking banyaknya Pejuang kita yang gugur dan tentara Belanda yang tewas di Batu Kuning,  beberapa hari setelah kejadian tersebut penduduk di hilir Ds. Batu Kuning tidak dapat mempergunakan air sungai Ogan karena banyak mayat serdadu yang hanyut terhapung.
-          Disuatu hari pada agresi I, sepasukan tentara Belanda terdiri dari NICA dan KNIL tiba di stasiun K.A. Baturaja, sewaktu mereka sedang melakukan apel siaga di pelataran stasiun K.A. tiba-tiba sersan Laba muncul menembaki tentara Belanda dari jarak dekat sekali, tentara Belandapun kocar-kacir, banyak yang tewas dan terluka, dengan gesit Sersan Laba pun menghilang. Pak Laba adalah seorang Gerilyawan yang tangguh dan gesit bersama-sama dengan tiga gerilyawan  sahabatnya dan ditemanai oleh seekor anjing pelacak yang terlatih mereka banyak sekali merugikan pihak Belanda. Kegesitannya didalam bergerilya sangat harum dan terkenal, ia dikagumi oleh kawan dan ditakuti oleh lawan.
-          Pada masa  agresi II, Pak Laba bergerilya di Lampung Selatan, dengan memiliki fostur tubuh tegap, kulit gelap dan rambut keriting, type-type kebanyakan serdadu KNIL, ia bersama istrinya dengan mudah melenggang masuk ke asrama serdadu Belanda, tanpa perlawanan yang berarti banyak serdadu Belanda yang dihabisi oleh Pak Laba.
-          Bahkan dilain kesempatan Pak Laba berhasil menyusup masuk kedalam Pasukan Belanda yang akan menyerang kota Pering Sewu Lampung Selatan. Sewaktu pesawat-pesawat tempur Belanda melintas diatas pasukannya, tiba-tiba Pak Laba menembaki pesawat tempur tersebut. Pesawat tempur Belanda berbalik arah dan memuntahkan peluru senapan mesin kearah pasukannya sendiri yang mengakibatkan banyak serdadu Belanda tewas dan terluka, seperti biasa Pak Laba pun sudah menghilang.
-          Sehabis masa Revolusi phisik, banyak para Pejuang kita yang berhasil meniti karir diberbagai lapang kehidupan, Letnan Makmun Murod berhasil mencapai Jenderal Bintang 4, titik tertinggi di TNI AD, ada Jenderal Alamsyah Ratu Prawiranegara, ada juga Jenderal Riawacudu, Kol. Wahab Uzir, Kol. Wahab Sorobu, Brigjen. Asnawi Mangku Alam dan banyak lagi lainnya. Namun apa hendak dikata banyak juga pejuang yang bernasib menyedihkan. “ Sersan Laba” yang namanya cukup harum di masa Revolusi phisik hanya menjabat sebagai Tukang Potong karcis tanda masuk pintu bioskop di Kota Bumi. “Sersan Laba Pejuang yang terlupakan” .     Merdeka!!
 -          Untuk mengenang jasanya, kita sama berharap kiranya Pemkab OKU bersama DPRD OKU dapat mengabadikan namanya, dengan memberi nama ruas jalan antara Tugu Simpang Tiga Stasiun Kereta Api Baturaja sampai  depan halaman stasiun K.A. dengan nama jalan   “ Pak Laba”    atau “Sersan Laba”

Sumber : Buku Sejarah Perjuangan Revolusi Kemerdekaan dalam Kab. OKU
               Oleh, Bpk. Nawawi Al. Haj ( Ayahanda Bapak Bupati OKU Drs. Yulius  Nawawi )


Tuesday, April 15, 2014

PEMERINTAHAN DI KABUPATEN OKU SEBELUM INDONESIA MERDEKA

Oleh : H. Ahmad Haidar. ( pemerhati sejarah OKU )                

Didalam menyambut hari jadi  Kabupaten Ogan Komering Ulu yang ke-103,  yang jatuh pada tanggal 29 Juli nanti,   penulis  mengajak pembaca sekalian berselancar ke dunia masa silam, ke masa  sebelum berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jauh sebelum Kesultanan Palembang  berdiri daerah uluan sudah didiami oleh  jurai-jurai suku Melayu kerajaan Sriwijaya yang mengungsi ke daerah pedalaman akibat  adanya 2 kali serangan besar  pertama serangan Raja Rayendra Bercola dari India pada tahun 1252, dan yang kedua  serbuan dari Majapahit pada tahun 1377.  Parameswara raja terakhir ke- rajaan Sriwijaya  beserta pengikutnya  terpaksa menyingkir ke daerah Tumasik ( Singa pura ) serta  sempat menjadi penguasa Tumasik dari Tumasik  Parameswara menyebe- rang ke Semenanjung Malaka  dan mendirikan kerajaan Malaka  pada tahun 1402. Kera- jaan Malaka berkembang pesat dan mengusai  jalur perdagangan Asia Tenggara. Seiring berkembangnya zaman, Islampun masuk secara damai ke Malaka, Parameswara beserta keluarga dan pengikutnya beramai-ramai masuk Islam dan Parameswara mengganti na- manya menjadi Muhammad Iskandar Syah. Kerajaan Malaka berjaya sampai tahun 1551. Walaupun kota Malaka sempat jatuh direbut bangsa Portugis pada tahun 1511, Kerajaan Malaka tetap berdiri dengan pusat kerajaannya berpindah-pindah. Selama kurun waktu kurang lebih 150 tahun, anak cucu Muhammad Iskandar Syah sebagai Sultan-sultan penguasa  kerajaan Malaka berhasil memperluas pengaruhnya  sampai ke  Pesisir Pulau Sumatera,  Pesisir Kalimantan, Thailan Selatan, Filipina Selatan ,  Sulawesi Selatan Ternate Tidore, dll. Ajaran Islampun ikut berkembang di wilayah-wilayah tersebut. Sebe lum Kesultanan Palembang Darussalam berdiri, masyarakat kota Palembang  dan daerah Uluan sudah banyak yang memeluk Islam.

Pada masa itu di daerah uluan belum mengenal sistim administratif pemerintahan, yang ada hanyalah jurai-jurai atau gugok ( keluarga ) yang berkumpul mendirikan talang dan apabila sudah menetap  talang-talang tersebut berubah menjadi dusun. Pada awalnya  daerah uluan belum mengenal istilah kerio, pasirah ataupun marga-marga.. Pemimpin sesuatu luhak ( daerah )  bergelar BATIN, dan sebutan  untuk pemimpin urusan agama  adalah SIAK/LEBI/LEBAI, dan  sering juga  seorang Batin  rangkap jabatan sebagai Siak. Pada masa itu  daerah masih luas dan manusia masih sedikit, sehingga antara batin-batin  belum mempunyai batas wilayah yang jelas.

Hubungan dengan pihak Kesultanan Palembang belum sebagai daerah takluk, melainkan hanya sebagai persahabatan. Satu tahun sekali, batin-batin dan lebi-lebi  uluan diundang bersama-sama datang ke Istana Sultan di Palembang, sebagai tanda  silaturahim dan per -saudaraan. mereka datang membawa oleh- oleh sebagai buah tangan, Sultan pun memba- las pula dengan jinjingan. bingkisan. Dikemudian hari oleh-oleh tadi berobah menjadi upeti dan balasan dari Sultan menjadi Anugerah. Persaudaraan berangsur-angsur menjadi bawahan. Sukarela berubah menjadi suatu keharusan. Perlahan tapi pasti tanpa disadari  akhirnya  BATIN itu sudah berubah menjadi daerah takluk kesultanan Palembang.

Pada  zaman kesultan Palembang ( 1659 -1823 ), pengaturan pemerintahan  dibagi berda sarkan  wilayah divisi-divisi batang hari ( sungai ) seperti  Divisi Sekalian Jajahan Batang Hari Komering, Divisi Sekalian Jajahan Batang Hari Ogan  dll, yang dikepalai oleh se - orang yang bergelar  Kiai Temenggung. Sedang untuk Pemerintahan  Dusun dikepalai oleh seorang Kerio dan kumpulan beberapa dusun dinamakan  Marga  yang dikepalai oleh seorang Pasirah/Depati  untuk urusan agama dipimpin oleh seorang Penghulu. Untuk gelar Pangeran bagi seorang Depati yang cakap dan loyal  kepada kolnial Belanda, baru dikenal pada masa pemerintahan kolonial Belanda. .

Pada tahun 1821 Sultan Mahmud Badaruddin II dikalahkan Belanda, beliau ditangkap dan diasing ke Ternate sampai wafat disana, pun demikian juga sultan penggantinya  Sultan Ahmad Najamuddin III  pada tahun 1823 dikalahkan dan ditangkap Belanda , sultan Ahmad Najamuddin III diasingkan ke Flores. Dengan diasingkannya kedua Sultan terakhir ini Kesultanan Palembang menjadi lemah dan dengan mudah Kolonial Belanda menguasai Kesultanan Palembang dan secara resmi pada tanggal 7 Oktober 1823  kesultanan Palembang dihapus oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Secara bertahap dan perlahan Belanda  mulai mengusai daerah uluan ( pedalaman  ) yang kaya dengan hasil hutan dan hasil buminya. Daerah Kabupaten OKU baru dapat dikuasai Belanda kira-kira pada tahun 1860 dan daerah Aji Lawang ( Muaradua ) pada tahun 1874.

Sistem pemerintahan desa pada zaman Kesultanan Palembang tetap dipertahankan oleh Pemerintah Belanda  yang tentu saja  dibuatkan peraturan-peraturan baru yang meng untungkan pihak Belanda.

Untuk meningkatkan kwalitas atas kontrol jalannya pemerintahan, Kolonial Belanda menetapkan wilayah bekas Kesultanan Palembang  menjadi Daerah Adiministratif Keresidenan Palembang dengan kepala pemerintahan dijabat oleh seorang  Resisden bangsa Belanda yang berkedudukan di kota Palembang.

Keresidenan Palembang dibagi lagi menjadi 6 daerah administratif yang dinamakan Afdeeling, setiap Afdeeling diperintah oleh seorang  Asisten Residen bangsa Belanda. Dizaman sekarang Asisten Residen dikenal sebagai Bupati dan Afdeeling sebagai Kabupaten. Pada tanggal 16 Januari 1878 kolonial Belanda menetapkan Afdeeling Komering , Ogan Oeloe en Enim en de Ranaoe Distrikten dengan ibu kotanya Moeara Doewa ( Muaradua ),  G.J. du Cloux sebagai Asisten Residennya. Seiring dengan perkembangan social politik dan ekonomi, pada tanggal 29 Juli 1910 pemerintah kolonial Belanda  memindahkan ibu negerinya ke Batoeradja dan merubah nama Afdeeling tersebut diatas  menjadi  Afdeeling Ogan en Komering Oeloe  serta  meng- hilangkan  kata-kata en Enim en de Ranau Distrikten. Pada waktu itu yang menjabat sebagai Asisten Resident  adalah  G.F.A. Buscher. Dengan dasar inilah  Pemerintah Daerah Kabupaten OKU menetapkan  tanggal 29 Juli sebagai hari jadi Kabupaten OKU.

Untuk memudahkan jalannya roda pemerintahan, kolonial Belanda  membagi  Afdeeling-Afdeeling menjadi  daerah daerah Onder Afdeeling  ( Kewedanaan )  yang dikepalai oleh seorang Belanda dengan jabatan sebagai Controluer  ( konteril ) yang dibantu oleh seorang bangsa pribumi dengan jabatan Demang ( Wedana ), Onder Afdeeling dibagi lagi menjadi beberapa onderdistrict yang dikepalai oleh seorang bangsa pribumi dengan jabatan sebagai  Asisten Demang/Wedana  ( sekarang Camat ).

Pada tanggal  16 Januari 1878  Afdeeling  Komering  en Ogan Oeloe  en  Enim en de Ranaoe  Distrikten dibagi menjadi 3 Onder Afdeeling masing-masing  sbb.:

1. Onder Afdeeling Komering Oeloe dengan Moeara Doewa sebagai ibu negerinya dan
    J.H. Hisgen menjabat sebagai Controleur. Dikemudian hari pada tanggal 29 Juli 1910   
    ibu negerinya dipindahkan kota Martapoera.,  I.D. de Roock  sebagai Controluer.

2.. Onder Afdeeling  Ogan Oeloe en Enim dengan pusat perintahannya  di  Batoeradja,
     J.W. Paln  ditunjuk sebagai Controleur. Namun pada tgl. 29 Juli 1910 ibu negeri
     nya dipindahkan ke Loeboek Batang  dengan nama  Onder Afdeeling Ogan Oeloe dan
     Controleurnya adalah D.L. Simon..Pada tanggal 18 Maret 1918 ibu negerinya kembali
     ke Batoeradja, tuan Konterilnya bertempat tinggal dirumah Kapolres sekarang ini.

 3. Onder Afdeeling  de Ranau Districten Bevattende de Landsch appen Semendo, Kisam
     en Mekakau dengan ibu negerinya Banding Agoeng. Juga pada tgl 29 Juli 1910  
     Onder Afdeeling ini berubah nama menjadi  Onder Afdeeling Moearadoea , ibu
     negerinya  kota Moearadoea  dan .M.H.L. de  Wikle de  Ligny menjabat sebagai
     Controluer.

Yang menarik dikemudian hari bahwa ketiga Onder Afdeeling ini  menjadi 3 kabupaten hasil pemekaran yakni:  kabupaten OKU,  kabupaten. OKU Timur dan kabupaten  OKU Selatan.

Pada masa Jepang menjajah Indonesia, pada dasarnya pemerintahan militer Jepang  tetap melanjutkan  sistim administratif  pemerintahan Kolonial Belanda hanya namanya saja yang berubah. Khusus untuk Sumatera, Pemintahan Militer Jepang  membaginya menjadi sembilan  wilayah  Shu ( Keresidenan ) yang dipimpin seorang Shucho yakni shu Suma - tera Timur,  Sumatera Barat,  Riau, Jambi,  Bengkulu, Palembang, Bangka dan Belitung. Untuk  wilayah Shu Palembang dibagi lagi menjadi eselon-eselon  wilayah sbb :Ken/Bun shu ( Kabupaten ) di pimpin oleh seorang Bunshucho ( Bupati ), Gun ( Kewedanaan ) dipimpin oleh Guncho ( Wedana )  Fokugon ( Kecamatan ) dipimpin oleh   Fokuguncho ( camat ),  Son ( Marga ) dipimpin  Soncho ( Pasirah ),  Ku ( dusun ) dipimpin Kucho       ( kerio ),  Buraku ( kampung )  dipimpin Burakucho ( ponggawa ).

Tulisan ini jauh dari sempurna, kiranya bagi siapa saja yang mempunyai sumber-sumber data mari kita bersama-sama saling melengkapi tulisan ini, semoga bermanfaat bagi kita semua terutama untuk pengetahuan kita dimasa yang akan datang. Wassalaam.

Monday, April 14, 2014

SEJARAH KOTA BATURAJA


Oleh : H. Ahmad Haidar. ( pemerhati sejarah OKU )                

Letak Baturaja di Peta Sumatera
Pada zaman  Kesultanan Palembang Darussalam ( 1659 – 1823 ), secara administratif  kabupaten OKU  belum tertata seperti pemerintahan  sekarang ini. Pada masa itu baru ada Pemerintahan  Dusun yang dikepalai oleh seorang Kerio  dan Pemerintahan Marga yang dikepalai oleh seorang Pasirah.

Pada tahun 1821 Sultan Mahmud Badaruddin II dikalahkan Belanda, beliau ditangkap dan diasing ke Ternate sampai wafat disana, pun demikian juga sultan penggantinya  Sultan Ahmad Najamuddin III  pada tahun 1823 dikalahkan dan ditangkap Belanda , sultan Ahmad Najamuddin III diasingkan ke Flores. Dengan diasingkannya kedua Sultan terakhir ini Kesultanan Palembang menjadi lemah dan dengan mudah Kolonial Belanda menguasai Kesultanan Palembang dan secara resmi pada tanggal 7 Oktober 1823  kesultanan Palembang dihapus oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Secara bertahap dan perlahan Belanda  mulai menguasai daerah uluan ( pedalaman  ) yang kaya dengan hasil hutan dan hasil buminya. Daerah Kabupaten OKU baru dapat dikuasai Belanda kira-kira pada tahun 1860 dan daerah Aji Lawang ( Muaradua ) pada tahun 1874.

Sistem pemerintahan desa pada zaman Kesultanan Palembang tetap dipertahankan oleh Pemerintah Belanda  yang tentu saja  dibuatkan peraturan-peraturan baru yang meng- untungkan pihak Belanda.

Untuk meningkatkan kwalitas atas kontrol jalannya pemerintahan, Kolonial Belanda menetapkan wilayah bekas Kesultanan Palembang  menjadi Daerah Adiministratif Keresidenan Palembang dengan kepala pemerintahan dijabat oleh seorang  Residen bangsa Belanda yang berkedudukan di kota Palembang.

Keresidenan Palembang dibagi lagi menjadi 3 daerah administratif yang dinamakan Afdeeling, setiap Afdeeling diperintah oleh seorang  Asisten Residen bangsa Belanda. Dizaman sekarang Asisten Residen  dikenal sebagai Bupati dan Afdeeling sebagai Kabupaten. Pada waktu itu kabupaten OKU dikenal sebagai Afdeeling Komering Oeloe, Ogan Oeloe en Enim en de Ranau Districten dengan ibu kotanya  adalah kota Muaradua.


Namun dengan pertimbangan social politik dan ekonomi pada tanggal  29 Juli 1910, ibu kota Afdeeling Komering Oeloe, Ogan Oeloe en Enim en de Ranau Districten dipindah kan Pemerintah Kolonial Belanda dari Muaradua ke kota BATURAJA, serta merobah namanya menjadi Afdeeling Ogan en Komering Oeloe, sejak itulah seluruh administrasi pemerintahan diatur dan dipusatkan di Baturaja dengan demikian  Asisten Residen ikut pindah juga dan bertempat tinggal di rumah Bupati sekarang ini.

Seiring dengan perkembangan zaman  dan untuk memudahkan jalannya roda pemerin tahan, kolonial Belanda  membagi  Afdeeling-Afdeeling menjadi  daerah daerah Onder Afdeeling  ( Kewedanaan )  yang dikepalai oleh seorang Belanda dengan jabatan sebagai Controleir ( konteril ) yang dibantu oleh seorang bangsa pribumi dengan jabatan Demang ( Wedana ), Onder Afdeeling dibagi lagi menjadi beberapa onderdistrict yang dikepalai oleh seorang bangsa pribumi dengan jabatan sebagai  Asisten Demang/Wedana  ( sekarang Camat ).
Pada tanggal 28 Maret 1918 Afdeeling Komering Oeloe, Ogan Oeloe en Enim en de Ranau Districten  dimekarkan menjadi 3 daerah Onder Afdeeling, yaitu :

 1. Onder Afdeeling  Ogan Oeloe dengan pusat perintahannya  di Dusun Lubuk Batang,
     Namun kemudian dipindahkan ke kota Baturaja, dan tuan Konterilnya bertempat
     tinggal dirumah Kapolres sekarang ini.

 2. Onder AfdeelingMuaradua  dengan ibu kotanya Muaradua.

 3. Onder Afdeeling Komering Oeloe dengan ibu kotanya  Martapura.

Yang menarik dikemudian hari bahwa ketiga Onder Afdeeling ini  menjadi 3 kabupaten hasil pemekaran yakni:  kabupaten OKU,  kabupaten. OKU Timur dan kabupaten  OKU Selatan.

Setelah membaca beberapa buku sejarah yang ada kaitannya dengan Kabupaten OKU, dan membaca situs-situs sejarah Kerajaan Sriwijaya, kerajaan Melayu, kerajaan –kerajaan  Islam Nusantara dan terutama Kesultanan Palembang Darussalam, dengan sedikit uraian diatas, penulis cenderung mengatakan bahwa tanggal 29 Juli 1910 adalah merupakan hari jadi Kabupaten Ogan Komering Ulu yang kita cari selama ini, namun kalau ada yang berpendapat lain sah-sah saja. Wassalam semoga bermanfat.


Baturaja, Juni 2011


Sunday, April 13, 2014

DANAU RANAU

Salah satu sudut pemandangan di Danau Ranau
Danau Ranau merupakan danau terbesar ke dua di Sumatera. Danau ini terletak di perbatasan Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Provinsi Sumatera Selatan. Apabila di tempuh dari Baturaja akan memakan waktu kurang lebih 3-4 jam

Danau Ranau ini merupakan danau yang terbentuk hasil dari gempa dan letusan vulkanik yang menyisakan Gunung Seminung yang berdiri kokoh di tepi Danau

Suasana Alam di Danau Ranau sangat  mengesankan, dikarenakan suasana lingkungan yang ada di Danau Ranau masih sangat asri dan bersih.

Selain dari Danau Ranau itu sendiri ada beberapa tempat yang bisa di jadikan tujuan selama kita berada di Danau Ranau, antara lain tempat pemandian air panas, Pulau Marisa, dan air terjun Subik Tuha

Tempat pemandian air panas terletak di bawah kaki Gunung Seminung, air panasnya konon dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Untuk mencapai ke lokasi kita harus menyewa perahu boat dengan perjalanan yang harus kita tempuh kurang lebih 30-45 menit. 

Pulau Marisa yang lokasinya berada di tengah-tengah danau. Pulau ini banyak dikunjungi oleh para wisatawan lokal dan mancanegara karena di objek wisata yang satu ini terdapat mata air hangat alami yang berasal dari Gunung Seminung. Para wisatawan bisa menggunakan air hangat tersebut untuk merebus telur, mencuci muka dan bahkan mandi.

Pulau Marisa
Di samping itu, di Pulau Marisa juga terdapat air terjun yang cukup cantik. Biasanya para turis mandi dan mengambil foto di air terjun tersebut. Tidak hanya itu, pemandangan yang alami dengan hamparan sawah yang luas membuat pulau ini tampak eksotis dan mempesona.


Air Terjun Subik Tuha
Selain tempat-tempat diatas, masih ada satu lagi tempat yang wajib di kunjungi yaitu Air Terjun Subik Tuha. Air terjun ini memiliki ketinggian 25 meter lebar 3 m dengan udara di sekitarnya sangat sejuk dan berembun.  Air terjun ini berada di ketinggian 560 m dpl dan mengalir di aliran sungai War Leray yang bermata air dari Gunung Seminung. Keberadaan air terjun ini dekat dengan Danau Ranau hanya sekitar 300 m.

LAGENDA GUA PUTRI

gua putri
Gua Putri merupakan salah satu objek wisata yang terletak di desa Padangbindu Kecamatan Semidangaji, sekitar 35 km dari Kota Baturaja Kabupaten OKU Induk Provinsi Sumatera Selatan

 Apabila menggunakan mobil kurang lebih menempuh waktu perjalanan selama 1  (satu) jamsampai 1,5 (satu setengah) jam.

Apabila anda berada di Baturaja tempat ini bisa menjadi salah satu tujuan wisata bagi anda dan keluarga.

Asal mula dinamakan gua putri itu sendiri berdasarkan cerita rakyat dari para nenek moyang terdahulu, dimana dahulu kala ada seorang Putri Raja yang cantik jelita yang bernama Puteri Dayang Merindu. Puteri Dayang Merindu ini merupakan anak dari Raja Balian.

Suasana di dalam gua
Suatu ketika pada saat sang puteri mandi di sungai lewatlah seorang pemuda pengembara. Tatkala melihat sang Puteri, timbullah keinginan dari pengembara tersebut untuk menyapa. Akan tetapi pada saat disapa sang Puteri bersikap acuh dan tidak bergeming sehingga membuat si pengembara gusar dan berucap " Sombong sekali Puteri ini diam seperti batu". Seketika itu juga tubuh sang Puteri berubah mengeras menjadi batu. 

Ternyata si pengembara tersebut adalah Si Serunting Sakti yang berjuluk Si Pahit Lidah yang apabila orang terkena sumpahnya akan berubah menjadi batu.

Batu tempat Puteri Balian yang dikutuk menjadi batu oleh Si Pahit Lidah
Demikianlah sekilas cerita lagenda Gua Puteri yang akibat dari kesombongannya ia dikutuk oleh Si Pahit Lidah sehingga berubah menjadi batu. sampai sekarang kita masih bisa melihat langsung 'Batu Putri' tersebut dengan posisi yang berada di tengah aliran Sungai Semuhun.